Minggu, 06 Maret 2011

novel GEISHA (Bab 4)

“Geish, kamu beneran mau pindah sekolah?” “uhmm… iya, Ren...” “tapi Geish, kalo kamu udah pindah sekolah dan jauh dari kita, jangan lupain kita-kita ya?” “itu sih pasti, Del!” “hmph! Kok kita harus pisah ya?” Tanya Renata dengan nada sedih. “yaaah… semoga ini bukan perpisahan terakhir. Doain aja, semoga kita bisa ngumpul bareng lagi.” Jawabku. Dari kejauhan, seorang cewek berlari ke arahku. Sepertinya itu Dinda. Yup bener! Si Dinda tuh! “Geish, kata anak-anak, kamu mau pindah sekolah ya? Itu bo’ong kan?” pertanyaan yang sama datang lagi, namun kali ini dari Dinda. “iya, Din. Itu benar. Aku bakal pindah sekolah.” “ck!” wajah Dinda lemas seketika. “kenapa, Din?” tanyaku lagi. “persahabatan kita bakal musnah deh!” jawab Dinda dengan nada yang lebih lemas. “Lho? Kok kamu ngomong gitu?” Tanya Renata kebingungan. “Sebenarnya, aku juga bakal pindah dari sekolah ini.” Beneran, Din???” jawab Delia, Renata, dan aku serempak tak percaya. “iya.” “alasan kamu mau pindah sekolah apaan, Din?” Tanya Delia. “karena, papa aku harus pindah kantor di sebuah pulau terpencil. Ngga tau namanya pulau apa. Trus, mamaku juga, pengen ngumpul bareng orang tuanya di Jayapura. Aku ngga mau sekolah di Jayapura. Jadi, rencananya, mau pindah sekolah di Jombang aja. Daerah asal papaku. Disana, aku bakalan tinggal di rumah nenekku bersama om dan tanteku.” “terus, kok ngga tinggal sama nenekmu? Kan tinggalnya dirumah nenek kamu?” Tanyaku. “nenek aku udah meninggal.” “ups! Sori…” jawabku lagi. “Oh ya, Geish! Kamu pindahnya tanggal berapa? Kalo aku sih tanggal 6 bulan ini.” “hmm… kalo gak salah, tanggal 10 bulan ini juga.”
“Assalamu’alaikum! Ma, aku pulang…” sambil meletakkan sepatu sekolah di rak sepatu. “Wa’alaikumsalam… kok baru pulang, Fel?” jawab Mama. “ehmm… iya nih, ma. Tadi mampir dulu ke toko buku dulu sama temen-temen.” “ya udah, kamu langsung ganti baju sana gih! Abis itu temani mama ke rumah Tante Dewi.” “Tante Dewi? Siapa tuh, Ma? Ngapain kesana?” “Masa’ kamu lupa, sih? Itu lho, teman SMA mama yang dulu sering kesini. Lama banget gak ketemu dia. Mumpung kita belum pindah.” Aku berpikir sejenak. “Oh iya! Aku inget, ma! Yang dulu suka ngasihin aku roti keju, kan?” “iya. Ya udah, kamu siap-siap sana. 10 menit lagi kita berangkat!” “Oke, Ma! Tapi, Felis mandi dulu ya?” “iya deh. Tapi jangan lama-lama ya?” “siiip!”. Now, Take a bath!
“Yang mana sih, Ma rumahnya? Kok dari tadi ngga nyampek-nyampek?” “kurang lebih sekilo meter lagi.”
Bruuuk! Pintu mobil ku tutup. Sekarang, aku dan Mama berdiri tepat di depan pintu gerbang Tante Dewi. Rumahnya gede. Banyak tanaman mahal berjejer di halaman. Ada kandang kelincinya juga. Iiih! Lucu! Kelincinya gemuk-gemuk. “Permisi Bu! Mau cari siapa, ya?” Seorang satpam berbadan ceking menghampiri kami dan menanyakan siapa yang kami cari. “hmm… ini benar rumahnya Bu Dewi?” Tanya Mama kepada satpam ceking itu. Di dadanya terpampang jelas namanya WAHYU SETYOBUDI. “Iya benar. Ibu ingin bertemu dengan siapa,ya?” Tanya satpam yang bernama Wahyu itu kepada Mama. “Kami mau bertemu dengan Bu Dewi.” Jawab Mama. “Nama Ibu siapa, ya?” Tanya Wahyu lagi. “Nama saya Kumala.” Seorang satpam lagi datang menghampiri kami. Bodynya sama aja. Ceking. Aku baca nama di dadanya M. HASAN EFFENDI. Satpam yang satu ini wajahnya kaleeem banget! Yaaah, bisa di bilang cupu. Hehehe… “Ada apa, yu?” Tanya satpam yang bernama Hasan itu kepada Wahyu. “Ibu ini ingin ketemu dengan Nyonya Dewi. Saya bisa minta tolong? Tolong katakan kepada Nyonya Dewi, ada yang ingin bertemu.” Jawab Wahyu. “Oke!” jawab Hasan dengan santai. “Tunggu sebentar ya, Bu.” Kata Wahyu kepada Mama. “Iya.” Jawab Mama.
Tak lama kemudian, sesosok wanita berkepala 4 jalan menghampiri kami. Sepertinya itu yang namanya Tante Dewi. Gilaaa! Modis banget!
“Eh… Kumala! Ayo masuk! Kamu pasti udah lama ya nungguin disini. Ayo masuk!” kata Tante Dewi ramah. “Kamu masih muda ya, kelihatannya. Apa sih rahasianya?” Tanya Mama sambil berjalan menuju pintu rumah Tante Dewi. Aku membuntut dibelakang sambil terus melihati kelinci-kelinci gemuk yang lucu itu. Kami sampai di dalam. “Ayo silahkan duduk! Ini Felicia ya?” “Iya, Tante.” Jawabku. “Heh… kamu udah gede ya, Fel? Masih ingat kan sama Tante?” “Ya masihlah… Tante yang dulu suka ngasihin aku roti keju kan tiap main ke rumah?” “Iya. Kamu sekarang udah kelas berapa, Fel?” “Kelas sepuluh, Tan.” “Berarti kamu seumuran dengan anak Tante, dong?” “Oh ya? Anak Tante cewek atau cowok?” tanyaku penasaran. Aku belum pernah tahu siapa anak Tante Dewi. Maklum, anak Tante Dewi dari umur 2 tahun ikut tinggal bersama Kakek-neneknya di Surabaya. Usia 8 tahun, dia ikut bersama ibunya kembali. Karena, Kakek-neneknya meninggal. “Anak Tante, cowok, Fel.” “Oh… sekarang anaknya mana, Tan? Kok sepi?” “Hido lagi di kamar tuh! Pengen ketemu ya?” “Namanya Hido?” “Iya. Mau? Tante panggilin anaknya?” “uhmm… ngga usah, Tan! Jangan.” “Lho? Kenapa, Fel?” “Ngga papa, Tan. Takut ngenganggu.” “Biasa aja kali, Fel. Tante panggilin ya?” Tante Dewi langsung bangkit dan berjalan menuju sebuah pintu. Kelihatannya sih, itu kamar Hido. Tok, tok, tok, tok! “Hido! Keluar dulu bentar. Ada yang mau Mama kenalin, nih!” terdengar suara langkah malas dari dalamnya. Pintu pun dibuka. “Hido, ada yang mau Mama kenalin, nih!” “Siapa, Ma?” “Anak Tante Kumala.” “Tante Kumala? Siapa tuh, Ma?” “Temen SMA Mama. Cepetan gih kesana!” samar-samar aku melihat wajah cowok yang bernama Hido itu. Semakin dekat, semakin jelas terlihat wajahnya. Omigosh! Itu kan? Itu kan cowok yang waktu itu nyalip mobil Renata? Hah? Masa’ dia anaknya Tante Dewi? Semoga bukan! Semoga saja, dia cuman tukang kebun Tante Dewi. Dia mendekat! “Fel, ini lho anak tante yang namanya Hido. Hido, kenalkan! Namanya Felicia, dia anak Tante Kumala yang barusan Mama ceritain.” Kata Tante Dewi. “Hai, Fel! Aku Hido!” lho? Kok Hido gak marah-marah ya? Malah senyum ramah ke aku dan menawarkan telapak tangannya untuk bersaliman denganku. Sedikit grogi sih! Ragu-ragu, aku membalas salim tangannya. Tanganku dingin! Saking malunya! Pasti pipiku memerah! “ehmm… ehmm… Felis.” Jawabku grogi. “Kayaknya, kita pernah ketemu deh? Tapi dimana ya?” Tanya Hido ramah. “ehm? Kapan? Kayaknya ngga pernah deh?” jawabku berbohong. Sepertinya dia mengingat kejadian itu. tapi samar-samar. Semoga dia lupa! “Mungkin aku salah orang.” Jawab Hido. Huwaaa! Thank’s God! Slameeet! Slamet! “Hido, kamu ajak dia jalan, gih! Kayaknya Felis mulai keliatan bosan. Biar Mama juga bisa ngobrol-ngobrol dengan Tante Kumala.” Ucap Tante Dewi. “Iya, Ma. Tante Kumala, Felisnya Hido pinjem dulu ya?” kata Hido sambil senyum ke Mama. “hahaa… kamu kira Felis apaan, Do? Pake pinjem-pinjem segala?” kata Tante Dewi. “Boneka, Ma.” Canda Hido. Iiih! Nih anak ya? Kalo ngomong slalu ceplas-ceplos! Pake di bilang boneka segala! Aargh! Awas kamu ya! “Iya-iya… tapi hati-hati ya, Do!” pesan Mama. “Yuk Fel!”
Hido, cakep sih! Charming banget! Jadi, aku ngga takut kalo dibonceng balap sama dia. Iiih! Ngapain sih? Aku muji-muji dia? Anak super-duper nyebelin kayak gini ngga cocok dapet pujian! “Kita makan yuk!” ajak Hido. “Terserah kamu aja deh. Aku nurut.” “oke! Dimana ya enaknya? Oya! Disamping bioskop ya? Itu lho, warung lesehan. Ayam bakarnya ajib banget!” “aku nurut aja sama kamu, Do.”
“Ma, aku pulang!” teriak Hido. Aku membuntutinya dari belakang sambil melihati kelinci gemuknya yang lucu itu. “kamu suka kelinci, Fel?” tak sadar, Hido ternyata sedari tadi memperhatikanku. “I… i… iya. Aku suka banget sama kelinci!” jawabku grogi. “sama dong kalo gitu!” Sampai di ruang tamu, aku masih melihat Mama duduk santai bercerita dengan Tante Dewi. “Ma…” panggilku kepada Mama. “Eh… gimana jalan-jalannya, Fel?” Tanya Mama. “seru, Ma.” Sebenarnya sih, ngga ada serunya sama sekali. Yang ada malah grogi terus bawaannya. “Pulang sekarang ya, Fel?” pinta Mama. “Iya, Ma.” “Lho? Kok buru-buru sih?” kata Tante Dewi. “Sudah jam 5, Wi. Ntar si Fanish nyariin.” “Ya udah. Hati-hati ya? Semoga kita masih bisa bertemu kembali.” Jawab Tante Dewi. “Lho? Kok Mama ngomong gitu?” Tanya Hido. “Tanggal 10, Tante Kumala sekeluarga akan pindah keluar kota. Tepatnya di Tulung Agung.” “beneran, Ma?” “Iya.” “Yaaah… padahal, Hido baru aja kenal Felis sehari. Udah mau pisah.” Nada kecewa Hido kedengaran jelas banget. Keliatannya, Hido seneng banget bisa kenal sama aku. Hido berlari kecil keluar. “Fel, ikut aku yuk?” ajak Hido. “kemana?” “keluar bentar.” Hido mengajakku ke kandang kelinci miliknya. “Pilih yang mana?” “uhmm… ngga usah deh, Do.” “Lho, kenapa? Katanya kamu suka sama kelinci?” “suka sih. Tapi, ngga usah deh. Sayang kan? Kelincimu nanti tinggal dua.” “yaaah… ngga papa kali! Trima aja, untuk kenang-kenangan kalo nanti kamu pindah. Pliss! Diterima yah?” bujuk Hido. “uhmm… ya udah deh. Aku trima.” “Pilih yang mana?” “Terserah kamu mau ngasih yang mana.” “Yang belang itu ya? Itu kesayangan aku, lho?” “Jangan.” “Lho kenapa? Katanya kamu mau?” “iya, tapi jangan kesayangan kamu.” “ngga papa kali, kalo kelinci kesayanganku dibawa sama orang yang aku sayang dan cinta.” “maksud kamu?” “Maksudku, apa aja aku relain demi kamu!” “kok gitu, Do?” “iya. Karena aku… aku… aku suka kamu!” Hah? Baru kenal sebentar aja udah suka? Sumpah! Kaget banget aku! “Fel, kok diem?” Tanya Hido. “e… e… ngga papa kok!” “kamu ngga suka ya? Kalo aku punya rasa ke kamu?” “e… e…” aku pun terdiam. “Fel?” “eh iya! Kenapa, Do?” bodoh! Bodoh banget aku! Jelas-jelas tadi Hido ngomong suka ke aku. Aku malah berlaga ngga tau apa-apa. “Ngga jadi, deh! Lupa tadi mau ngomong apa.” Kelihatannya, Hido sedikit kecewa dengan sikap bodohku itu! “e… Do. Aku juga suka kamu kok!” Hido terlihat sumringah. “Tapi sebagai sahabat. Aku nganggep kamu seperti sahabat aku sendiri. Bahkan seperti kakak laki-laki.” Jangan sedih dong, Do! Ngga enak aku. “O… makasih ya? Udah anggap aku seperti saudara sendiri. Uhmm… kamu pilih kelinci yang mana?” sengaja Hido mengalihkan topik pembicaraan. “Yang belang aja deh. Ngga papa, kan?” sengaja aku pilih yang belang. Karena aku takut Hido tambah kecewa. “Ngga papa. Bentar ya? Aku ambilkan kandangnya.” Hido melangkah ke arah gudang. Hido kembali ke arahku. Dia langsung memasukkan kelinci belangnya kedalam kandang mungil yang tadi dibawanya dari gudang. Tapi sebelumnya, dia mengatakan sesuatu kepada kelinci belang kesayangannya. “Cici, kamu baik-baik ya disana. Jangan terlalu merepotkan Felis! Aku disini akan merindukanmu selalu.” Kelinci belang yang diberi nama cici pun dimasukkan kedalam kandang mungilnya. “Nih, Fel! Di jaga dan dirawat baik-baik ya?” “Iya, Do. Makasih ya?” “Iya. Kamu jangan lupa SMS-SMS aku ya?” “iya-iya. Siiip!” jawabku bersahabat. Dari kejauhan. “Masih lama ya, Fel?” teriak Mama.”Udah kok. Pulang yuk, Ma!” ucapku kepada Mama. “Do, aku pulang dulu ya?” pamitku kepada Hido. “Iya hati-hati, Fel. Jangan lupain aku ya?” “Pasti dong!” aku melangkah menuju Tante Dewi. “Tante, Felis pulang dulu ya?” “Iya, sayang. Hati-hati ya!” “Iya Tante.”
“Mama, dari mana aja sih? Kok jam segini baru pulang?” rengek Kak Fanish. “Mama abis dari rumah Tante Dewi.” jawab Mama. “Kok ngga bilang-bilang sih, Ma?” “gimana mau bilang? Orang dari tadi kamu Mama hubungin ngga nyambung-nyambung.” “Tadi tuh hape Fanish mati, Ma. Lowbat.” “Ya udah. Kamu udah makan, Nish?” “udah kok, Ma.” “Mama mandi dulu ya?” “iya.”
“Apaan tuh yang kamu bawa, Fel?” “Kelinci.” “darimana kelincinya?” “Dari Hido, anak Tante Dewi. Tadi di kasih buat kenang-kenangan.” “owh…” jawab Kak Fanish singkat. Mama berjalan ke arahku. “Fel, kamu udah tau belom? Ternyata, nama lengkapnya Hido itu EL HIDO SAFITRI lho?” “o… itu? aku udah tau kok, Ma.” “ Tapi, Hido itu selalu ngambek sama mamanya kalo inget nama lengkapnya itu. cewek banget soalnya. Tadi, kata Tante Dewi, Hido dikasih nama kayak gitu, karena dulu, waktu Tante Dewi lagi mengandung Hido, dia pengen banget anaknya nanti lahirnya cewek. Trus, pas di USG, hasilnya juga cewek. Tapi, pas Hido lahir, ternyata cowok. Tante Dewi sempat kecewa banget. Trus akhirnya, Hido di kasih nama yang ada unsur ceweknya deh!” aku pun tertawa terbahak-bahak karena mendengar cerita Mama tentang nama Hido. Lucu juga ya Tante Dewi… ckckck…

by : Aknes Melani Ayustin

2 komentar:

  1. ceritanya bagus2.. udah coba dikirim ke pernerbit blm? ayoo coba dikirim..^^
    tapi Font tulisannya jangn yg ini donk, yg biasa aja. biar yg baca lebih mudah ngebacanya.
    kl ada wktu mampir ke blog aku ya..^^

    BalasHapus
  2. Jika ada situs yang terbaik kenapa pilih yang lain? mari bergabung bersama kami di www intanqq poker ^^

    7 game dalam 1 ID
    Game yang di sediakan oleh intanqq:
    * Sakong (New Game)
    * Bandar Poker (New Game)
    * BandarQ (Hot Game)
    * Poker
    * Domino
    * Capsa Online
    * AduQ

    Kelebihan:
    * Minimal Depo dan WD Rp 15.000
    * Proses dana cepat
    * Bonus cashback harian 0,3%
    * Bonus extra cashback
    * Bonus referal 10% + 10%
    * No robot

    Kami tunggu kehadirannya ^^

    BalasHapus